Kamis, 01 Juli 2010

KONSUMERISME, MATERIALISME, DAN HEDONISME

Konsumerisme berasal dari kata consumere atau consumo, sumpsi, sumptum (bhs Latin) yang berarti menghabiskan, memakai sampai habis, memboroskan, menghambur-hamburkan, menggerogoti sampai habis. Kata itu menurunkan kata konsumen (pemakai, orang yang menghabiskan), konsumsi (sesuatu yang dimakan habis), dan konsumerisme (pikiran/mentalitas mau menghabiskan/memboroskan).

Hidup masyarakat diwarnai dengan interaksi antara produsen dan konsumen; antara pembuat dan pemakai. Ketika hubungan keduanya seimbang, kehidupan berjalan dengan aman dan harmonis. Tetapi ketika konsumen terlalu boros, kesimbangan akan terganggu.

Konsumerisme adalah mentalitas dan gaya hidup yang boros. Di sana orang menghabiskan barang dan jasa yang tersedia secara berlebih-lebihan (menghambur-hamburkan). Akibatnya, alam dan manusia terganggu; bahkan rusak dan hancur.

Materialisme berasal dari kata materia (bhs Latin) yang berarti bahan, benda, atau barang. Materialisme adalah pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu itu hanyalah benda atau barang; tidak lebih, tidak kurang. Penganut paham ini tidak mengakui adanya roh atau jiwa.

Mereka yang menganut materialisme memperlakukan segala sesuatu, termasuk manusia sebagai barang atau benda. Lebih jelek lagi, mereka memuja barang dan benda sebagai tujuan hidup. Karena itu, mereka sering mengorbankan manusia demi mencapai harta benda.

Hedonisme berasal kata hedone (bhs Yunani) yang berarti kenikmatan/ kesenangan (pleasure, Inggris). Hedonisme adalah ajaran yang menganggap kenikmatan sebagai tujuan hidup. Kaum hedonis (penganut hedonisme) adalah orang-orang yang hidup hanya untuk mengejar kenikmatan. Mereka memuja-muja kenikmatan dan hidup hanya untuk mencari kenikmatan. Konsekuensinya, mereka menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan. Mudah mengeluh pada saat menghadapi kesulitan hidup.

Tiga mentalitas, yakni konsumerisme, materialisme, dan hedonisme sering berjalan beriringan bagaikan tiga serangkai. Orang-orang yang menganggap bahwa hidup ini hanya untuk kenikmatan (hedonis) mencari-cari barang-barang untuk memuaskan dirinya (materialis) dan mengakibatkan perilaku konsumeristis atau pemborosan.

SHOPAHOLIC

Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari ataupun tidak. Menurut Oxford Expans (dalam Rizka, 2008) dikemukakan bahwa shopaholic adalah seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan.

Gejala-gejala Shopaholic:

  • Suka menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki meskipun barang tersebut tidak selalu berguna bagi dirinya.
  • Merasa puas pada saat dirinya dapat membeli apa saja yang diinginkannya, namun setelah selesai berbelanja maka dirinya merasa bersalah dan tertekan dengan apa yang telah dilakukannya.
  • Pada saat merasa stres, maka akan selalu berbelanja untuk meredakan stresnya tersebut.
  • Memiliki banyak barang-barang seperti baju, sepatu atau barang-barang elektronik, dll yang tidak terhitung jumlahnya, namun tidak pernah digunakan.
  • Selalu tidak mampu mengontrol diri ketika berbelanja.
  • Merasa terganggu dengan kebiasaan belanja yang dilakukannya.
  • Tetap tidak mampu menahan diri untuk berbelanja meskipun dirinya sedang bingung memikirkan hutang-hutangnya.
  • Sering berbohong pada orang lain tentang uang yang telah dihabiskannya.

Dampak Shopaholic:

  • Sering mengalami kehabisan uang padahal masih awal bulan.
  • Dapat mengakibatkan seseorang memiliki hutang dalam jumlah yang besar karena untuk memnuhi pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja.
  • Dapat mengakibatkan seseorang dipecat dari pekerjaannya karena melakukan pemborosan dengan menggunakan uang perusahaan.
  • Memicu seseorang untuk melakukan tindak kriminal (seperti mencuri, memeras,korupsi dll) hanya karena ingin mendapatkan uang demi memenuhi dorongan untuk belanja yang terus-menerus dalam dirinya.
  • Dapat mengakibatkan perceraian karena pasangan dari si penderita shopaholic merasa tersiksa dengan uang yang selalu dihabiskan pasangannya hanya untuk berbelanja dan berbelanja.
  • Dapat mengakibatkan pertengkaran karena pemborosan yang dilakukan oleh penderita shopaholic.
  • Dapat mengakibatkan seseorang bunuh diri karena dalam dirinya selalu muncul pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja dan si penderita merasa tersiksa jika tidak melakukan pikiran-pikiran obsesinya tersebut.

 
Design Template By Syarham.com @ 2008